Senin, 18 Juli 2011

Sajak Merayu Maryam Purba


By. Andi Supriyanto


Nty, aku tau kamu tak suka kata-kata yang bermain di halaman lumpur
kamu menyukai bunga tapi kamu juga suka gitar yang ditaruh pada jalan-jalan kota
flamboyan yang tumbuh di perempatan Rapak
manggut-manggut mencari angin, resah menyapa pada buah-buah malam
dan satu-pun tak bisa kudengar dari rintihan kecapi yang dipetik pelan-pelan
aku melihatmu tertawa dan menari
pada sudut belokan jalan Gunung Sahari sambil menyanyi folk
badanmu yang kurus itu menyetel bulan sehingga malam berputar-putar.. cihui, riang gembira

Nty, sajak ini sajak murahan
tak apalah menjadi tumpukan kertas yang memberatkan tinta-tinta
sedikit bualan menimpa sunyi. Malam berhenti dan kata-kata ini menabrak logika kosong
tapi ini adalah mantra rayuan
untuk membuat hatimu takluk seperti Suminten Edan
yang jimatnya dipasang pada sudut mata kananku, dengan susuk berlian kubeli dua ratus ribu perak pada dukun di pinggir sawah.

Mata kusam...Mata hutan, aku sudah lama merekrut kesaktian buta-buta wayang
tapi aku adalah sukrasana yang membuat taman sriwedari, hanya untukmu Nty
sambil kujalin bunga-bunga dan bunga-bunga itu menjadi buku-buku bekas dari pasar loakan inilah hadiah paling indah untukmu, kusajikan sebagai aji-aji agar dirimu runtuh dan secepat daun beringin jatuh, kau memuja aku.

O, Nty
Bulan retak di pinggir kali
janda-janda menari
republik ini berdiri
tapi kok yang kaya para menteri
ah, buat apa memikirkan negeri yang seperti buaya mati
kalau masih ada kamu, Nty

O, Nty
Wajahmu itu punya siapa
mewarisi kecantikan siapa
kulitmu hitam seperti Sembadra
hidungmu bangir seperti banowati
dan lincahmu bagai srikandi terserempet panah bisma

Rerata tanah dua terbilang, dari buku-buku catatan harian semasa SMA
Matahari menjadi jaring-jaring
dan jaring-jaring gagal menebak masa depan
Diamku menarik rindu
dan kamu menari diatas kertas-kertas puisi ini, sambil mendengarkan tuts-tuts piano mendentingkan suara sautan jazz negro yang hidupnya dijeruji

Rayuan ini seperti peluru
peluru yang macet di ujung kokang
lidahku kelu
untuk sekali lagu merayu
bumi gempa
cakrawala tak lagi menjadi alam keberanian
dan kata-kata bukanlah pelaksanaan perdjoangan
perjuangan sudah mati
dari jaman silam
tapi untukmu, Nty
tak boleh satu senti-pun perjuangan mati

Nty, Wajahmu manis semanis coklat toblerone
senyummu seindah barisan kata proklamasi empat lima
dan hidupmu semisteri narasi gestapu enam lima

tapi percayalah Nty
aku tidak berjanji seperti Presiden di jaman Pemilu
aku berjanji seperti tukang kredit panci yang akan datang tepat waktu
mencari cintamu.......

Pucuk-pucuk cemara, daun jati berwarna kesumba
malam legit tak pernah puasa, memuja wajah dengan kecantikan Supraba
Aku bukanlah arjuna, yang mampu merayu setiap anak resi
Aku hanya secuil berahi begawan Wisrawa, yang menjadi awal hebatnya cinta Rahwana......

Nty, aku duduk menontonmu
menari-nari dengan tubuh kurusmu, dan batara narada menggoyang-goyangkan pantatnya
lalu Neptunus menolak menjaga samudera dan datang ke tanah Jawa
hanya untuk memainkan tabla, mengiringi kamu menjura-jura

Nty, inilah rayuanku
jilid nanti mungkin puisiku hanya pelangi yang dicoret-coret anak TK menjadi lukisan Affandi
lalu korator cinta menggiling harga
sampai aku tak bisa menyentuh kulitmu, Nty
seperti Ateng merayu Mutiara Sani pada film-film jaman dulu......

Inilah sajak rayuanku
kutulis ketika semangkuk mie ayam Gunung Pasir sudah kutelan bulat-bulat
sambil mendengar tukang parkir berteriak....Kiri Jalan Terus.......



Balikpapan, 19 Juli 2011

Sajak Hidup

Sajak Hidup

By.Andi Is Masbrow

Hidup akan datang mengetuk pintumu, entah kau siap atau tidak
menyiapkan segala perkakas menggeluti siang
bentara malam yang kita impikan dengan tenang usai ketika pagi tumbuh
cakrawala merah muda diujung langit sana dan kokok ayam
:mata terbuka

kehidupan berputar seperti roda pedati pelan menginjak batu tanah
arloji gantungkan pikiran tentang waktu
dan kaki-kaki membuka langkah menunjuk langit yang tersapu hujan tadi malam


Pagi membuka jendelanya dan sayap-sayap kabut berterbangan dihirup matahari
Pukul tujuh hari ini, pasar-pasar membuka lapaknya, petani turun pada tanah lumpur, nelayan kembali dari lautan dan menenteng ikan tangkapan, pencuri tertidur pulas dan anak malas mulai menyalakan TV melihat musik sambil makan indomie.

Hidup dimulai pada keriangan hati

Nyalakan mesin mobil, siapkan buku-buku laporan
atau menuliskan pada laptop tentang agenda hari ini
proyek musti dijalankan, anak gelandangan tertidur pulas, negara masih ada......
hidup mengetuk pintumu.

Wartawan-wartawan tertidur di depan markas polisi, penyiar bersolek dengan gincu mahal
Ajudan menteri berlarian
Presiden mengangguk-angguk dan memainkan pulpennya sambil menghirup kopi
Pak Lurah mencari dokumen-dokumen tanah sambil menghayal tentang janda sebelah
Penjaja roti berlarian mengejar pelanggan
Pelacur masih tertidur kelelahan
: Anak kecil gelandangan menyusun kotak-kotak karton dipinggir kali
Rumah kardus berdiri
Rumah Pejabat dihiasi kolam renang
dan Pagi menyiangi tanpa membedakan
kerna kehidupan seperti tanah keadilan, hanya manusialah yang mengurapinya dengan rumusan modal.

Balur-balur cemeti ada di jalan raya dan polisi yang kelelahan karena gagal menangkapi sopir bis sialan.
Persiapan luka ada di jalan-jalan raya, jalan setapak hutan dimana harimau kerap berjemur sambil makan ubi
mobil-mobil, motor yang liar, angkot dengan kecepatan ferrary, busway yang memasukkan penumpang dengan semangat membenahi ibukota, atau penumpang lelaki di kereta yang senang mengobel pantat wanita dalam desakan-desakan penuh keringat bercampur parfum murahan.

Kuliah di ruang universitas
monitor-monitor saham
transaksi obligasi atau sejenis hutang
tanda tangan kartu kredit
dan perjanjian dengan setan
Intelektual melacurkan pengetahuan
Profesor dinobatkan, tanpa satu bukupun dihasilkan
pada kehidupan kita mengaduh
pada sampah-sampah yang dibakar Pram di sore waktu
: Hidup

Rindu pada pacar yang menghilang
pada cinta yang menguap
Perkabaran tentang kawan-kawan
berita keluarga tentang perkelahian rebutan warisan
Artis-artis yang senang mengangkang
Sutradara sinetron murahan dengan pet dan kaca mata hitam
Penjual ganja dan narkotika yang sedang bergurau dengan Intel Polisi
Mahasiswa rajin kutu buku yang ingin menjadi dosen paruh waktu
Tukang Mie Ayam yang hampir terjengkang jatuh ke selokan
Penerima beasiswa yang melonjak kegirangan
dan si sial yang selalu saja gagal visa di kedutaan
: Kehidupan

Ibu-ibu yang marah anaknya dipaksa jilbaban pada sekolah negeri
Tentang artis porno yang tertawa cekikikan
Pejuang humanis yang bangun kesiangan
Pembaca puisi yang mencoba santun terhadap kehidupan
Guru-guru sekolah
Kepala Sekolah
Penilik Sekolah
Menteri Pendidikan yang senang gonta-ganti peraturan dan memajang wajahnya di televisi-televisi sambil bilang pendidikan gratis lalu rakyat senang
Motivator-motivator di ruang kantor yang teriak-teriak sambil melemparkan kursi membakar semangat
Auditor akuntan yang hampir mati terkurung angka
Serdadu yang mulai tidak kuat lari pagi
Anak-anak SD yang dibebani kehidupan
Ibu-ibu dengan daster you can see memamerkan ketek di depan penjaja sayuran
dan Petinju yang tersungkur di kanvas tadi malam
: Menjalani Hidup

Hidup pagi ini
berputar kencang serupa alat dokter gigi
menggergaji gigi sampai cukup ditambal amalgam
itulah hidup
: selalu menambal hati yang tak pernah jelas maunya apa.

Lantai semen jembatan penyebrangan
mencatat dengan sisa-sisa karbon
hidup yang dijejaki
pada kaki-kaki cakrawala dan itulah sejarah, tanpa bekas tak usah diingat
hidup ini ribuan kali memang sudah mati
: Mati berkali-kali

Rumah yang kita bangun di masa lalu

Rumah…

Rumah yang kita bangun di masa lalu
Adalah rumah kering air mata
Di muaranya kita reguk kebahagiaan
Di cintanya kita kenang pintu cinta

Rumah yang kita bangun di masa lalu
Adalah cerita masa depan
Impian-impian kita
Dan segala celotehnya

Rumah yang kita bangun di masa lalu
Akankah tetap tegar menjadi rangkaian kata yang bisa membentuk masa depan?

Sajak Untukmu

Matahari senja ini pelan-pelan turun
Entahlah, waktu begitu cepat menyapa kita
Aku tak sempat lagi melihat wajahmu yang cantik
tertawamu yang mampu membuat sorga barang sejenak

Di matamu
daun-daun rindu tumbuh
Di matamu
senja masuk perlahan

Aku ingin menghentikan cinta ini
pada matamu saja
sejarah cinta yang kelam seperti novel-novel buram
adalah sejarah cinta yang harus dibereskan
ia sudah terlalu lama merusak pikiran
harapan berlebihan
gagasan tanpa sebab
atau rindu yang tidak pernah terjawab

Aku berspekulasi tentang dirimu
tapi aku tau
begitu indahnya spekulasi cinta ini kumainkan
aku tau kamu begitu takut untuk masuk
kamu takut menghancurkan rumah kekinianmu
tapi semua adalah soal waktu
apakah ini harus bisa diteruskan
ataukan ini hanya cinta sesaat penuh kekosongan.

Cinta sesaat penuh kekosongan?
aku rasa tidak, ini persoalan membangun benih pohon flamboyan
aku tau betapa enaknya kita bicara
membangun harapan pelan-pelan
atau bercanda dengan ringan
kadang sayap-sayap kangen menjadi lekukan manis
atau suratmu dengan sapaan sederhana

Kekasihku, hidup ini tidak pernah membosankan
tidak pernah seperti candi tua tanpa penghuni
hidup ini keceriaan
aku berani untuk mengambil keceriaan itu
asal kamu disini
berjalan bersamaku, bergandengan tangan
melihat senja
dan bercerita
bahwa toh kita berani
mewujudkan perasaan ini


Andi, 19 Juli 2011.

Sajak Sore...

Kekasihku, Sore ini aku membuat sajak untukmu
Hanya sekedar membangun pelataran rindu
dari gerbang yang engkau susun dulu
lihatlah tanah remah air mata kita
di bawahnya tergeletak ratusan daun jati kering
belum disapu oleh ingatan-ingatan kita

Kekasihku, aku ingat betapa engkau dulu menyukai air mata
dan kau kerap menitipkannya pada angin
tangan-tangan angin itu mengetuk pintu
membuka hatiku, lalu angin itu menjadi pelana
dimana ia kemudian memperkuda cintaku
semua ruang adalah wajahmu

Kekasihku, bulan bulat air mata
menyampiri ayat-ayat yang sering kau nyanyikan
itulah nyanyian cakrawalamu, bagaimana aku bisa menghidupkan gairah rindu

Api cintaku
adalah sejarah yang satu
tentangmu
adalah mimpi mengejar bintang-bintang

Maka ketika bintang itu menjadi pohon flamboyan tepi jalan
Pungkas sudah aku menghamili rasa cintaku padamu.